Senin, 10 Desember 2012

MEMENEJ BIROKRAT YANG BERORIENTASI PADA PELAYANAN MAKALAH


KATA PENGANTAR


        Alhamdulillah, puji syukur atas nikmat yang telah ALLAH SWT anugerahkan kepada kami. Salah satu nikmat yang terbesar dari-Mu adalah hidup penulis. Untuk itu sebagai wujud rasa syukur kami kepada-Mu, penulis harus mengelolanya dengan baik dan amanah. Semoga dengan terselesainya penulisan makalah ini, penulis semakin sadar bahwa setiap tarikan nafas adalah anugerah, takdir dan nikmat dari-Mu yang tak boleh penulis sia-siakan. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya terima kasih atas doa, teladan, perjuangan dan kesabaran yang telah diajarkan kepada umatnya.

Makalah ini berjudul “memenej birokrat yang berorientasi pada pelayanan” merupakan tugas yang harus dipenuhi untuk mata kuliahpengantar ilmu administrasi negara. Atas selesainya makalah ini, tidak terlepas dari upaya berbagai pihak yang telah memberikan kontribusinya dalam rangka penyusunan dan penulisan makalah ini, untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada dosen pembimbing, Ibu Risna Dewi , S.Sos, MAP.
Akhirnya tiada gading yang tak retak dan tiada mawar yang tak berduri, penulis menyatakan sebagai manusia tidak sempurna, maka dengan senang hati penulis akan menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga karya sederhana ini bermanfaat.


Bukit indah, 20 November 2012


Penulis


DAFTAR ISI





BAB I

PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang

            Buruknya birokrasi tetap menjadi salah satu problem terbesar yang dihadapi Asia. Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang berbasis di Hongkong meneliti pendapat para eksekutif bisnis asing (expatriats), hasilnya birokrasi Indonesia dinilai termasuk terburuk dan belum mengalami perbaikan berarti dibandingkan keadaan di tahun 1999, meskipun lebih baik dibanding keadaan Cina, Vietnam dan India.
Di tahun 2000, Indonesia memperoleh skor 8,0 atau tak bergerak dari skor 1999, dari kisaran skor yang dimungkinkan, yakni nol untuk terbaik dan 10 untuk terburuk. Skor 8,0 atau jauh di bawah rata-rata ini diperoleh berdasarkan pengalaman dan persepsi expatriats yang menjadi responden bahwa antara lain menurut mereka masih banyak pejabat tinggi pemerintah Indonesia yang memanfaatkan posisi mereka untuk memperkaya diri sendiri dan orang terdekat.
Para eksekutif bisnis yang disurvei PERC juga berpendapat, sebagian besar negara di kawasan Asia masih perlu menekan hambatan birokrasi (red tape barriers). Mereka juga mencatat beberapa kemajuan, terutama dengan tekanan terhadap birokrasi untuk melakukan reformasi.
Reformasi menurut temuan PERC terjadi di beberapa negara Asia seperti Thailand dan Korea Selatan. Peringkat Thailand dan Korea Selatan tahun 2000 membaik, meskipun di bawah rata-rata, yakni masing-masing 6,5 dan 7,5 dari tahun lalu yang 8,14 dan 8,7. Tahun lalu (1999), hasil penelitian PERC menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat korupsi tertinggi dan sarat kroniisme dengan skor 9,91 untuk korupsi dan 9,09 untuk kroniisme dengan skala penilaian yang sama antara nol yang terbaik hingga sepuluh yang terburuk.

1.2. Rumusan Masalah

ü  Apa saja pendekatan yang perlu dilakuka dalam memenej birokrat?
ü  Apa saja perbandingan karakteristik tiga model manajemen?

1.3. Manfaat

            Teman-teman Mahasiswa/i sekalian dapat mengetahui lebih jelas bagaimana upaya yang harus kita lakukan dalam memanage birokrasi yang berorientasi pada pelayanan.











BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pendahuluan


Terdapat model pelayanan publik yang baik dimana hanya dapat terwujud apabila terdapat (1) sistem pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa, (2) kultur pelayanan dalam organisasi penyelenggara pelayanan dan (3) sumber daya manusia yang berorientasi pada kepentingan pengguna jasa. Dalam teori manajemen terdapat dua pendekatan diantaranya pendekatan yang berorientasi kontrol dengan cirinya top-down, pyramidal, hirarkhial, mekanistik dan birokratis. Pendekatan kedua adalah pendekatan komitmen atau pendekatan berorientasi pelibatan (involvement).
Dalam kaitannya dengan manajemen pelayanan, khususnya pengelolaan petugas pelayanan yang berorientasi klien, pendekatan kontrol disebut juga “production line approach to service.” Sedangkan pendekatan yang berorientasi involvement dalam teori manajemen pelayanan disebut sebagai “employee empowerment approach to service.”

2.1.1. Pendekatan Yang Berorientasi Pada Kontrol


Model ini menggunakan asumsi bahwa hubungan vertikal dan hierarkial adalah cara yang terbaik untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas. Ciri dari pendekatan ini menurut Weber diantaranya :
1.                  Pegawai adalah orang yang sangat mumpuni di bidangnya, digaji dan hanya bekerja sebagai pegawai negeri
2.                  Hirarki atas bawah sangat jelas
3.                  Aturan tentang kompetensi dan spesialisasi tegas
4.                  Kedinasan dan pribadi dipisahkan
5.                  Aturan ditaati dengan kaku
6.                  Kegiatan administrasi serba tertulis dan terdokumentasikan
Dalam model kontrol ini, pekerja atau birokrat mendapatkan perintah yang sangat rinci, sedangkan yang harus berpikir, melakukan koordinasi dan mengawasi adalah top manajer. Menurut levitt, pelayanan akan berjalan efisien apabila :
1.               Diadakan simplifikasi pekerjaan/ tugas
2.               Dirumuskan pembagian pekerjaan yang jelas
3.               Sebanyak mungkin peran pekerja digantikan dengan peralatan
4.               Pekerja sesedikit mungkin diberi kesempatan untuk mengambil keputusan
Contoh yang sangat tepat organisasi yang sukses mengaplikasikan pendekatan ini adalah Mc.Donald, dimana semua pekerjaan distandarisasikan dengan peralatan-peralatan dan prosedur yang standar, sehingga pekerja akan dapat dilatih dengan cepat dan segera siap kerja.

2.1.2. Pendekatan Yang Berorientasi Pada Involvement


Asumsi yang dibangun dari pendekatan ini adalah pekerja atau birokrat juga memiliki kemampuan untuk berpikir, melakukan koordinasi dan pengawasan sebagaimana yang dapat dilakukan oleh manajer. Pendekatan ini sangat menekankan self-control dan self-management.
Dalam pendekatan ini para pekerja diminta dan diberi wewenang untuk memecahkan masalah dengan cara yang kreatif dan efektif. Para pekerja pun sering diminta saran dalam kaitannya dengan pengembangan produk atau jasa layanan yang baru. Model ini diharapkan dengan sangat berhasil di organisasi American Express yang bergerak di bidang perbankan dan dikenal sebagai organisasi yang sangat menghargai pelanggan. Berbeda dengan Mc.Donald, di American Express hampir tidak ada standarisasi tugas, karena tugas-tugas memang spesifik dan sejauh mungkin mengikuti keinginan pelanggan.
Terdapat beberapa keuntungan dengan diterapkannya pendekatan ini diantaranya :
1.                  Kebutuhan pelangan/ klien dapat direspon dengan cepat
2.                  Para pekerja atau birokrat akan lebih merasa percaya diri
3.                  Para pekerja atau birokrat akan berinteraksi dengan konsumen secara lebih antusias dan besifat hangat
4.                  Ide-ide inovatif tentang pelayanan yang lebih baik akan muncul
5.                  Ini juga merupakan salah satu media  promosi “mouth to mouth” yang sangat efektif, karena pelanggan yang puas akan menceritakannya pada orang lain
6.                  Survey menunjukkan bahwa pendekatan ini berhasil menaikkan produktivitas dan efektivitas organisasi
Disisi lain, kerugian yang harus dibayar dengan diterapkannya pendekatan ini adalah sebagai berikut :
1.                  Dibutuhkan dana yang besar khususnya untuk melakukan seleksi dan pelatihan pegawai
2.                  Dibutuhkan upah/ gaji yang lebih tinggi bagi para karyawan
3.                  Dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk menyelenggarakan suatu pelayanan
4.                  Ada kemungkinan karyawan/ birokrat mengambil keputusan yang tidak tepat
Kedua pendekatan di atas merupakan kontinum, artinya pendekatan yang satu merupakan kebalikan atau mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan pendekatan yang lainnya. Dengan demikian kelebihan pada pendekatan yang satu adalah merupakan kekurangan atau kelemahan bagi pendekatan yang lainnya, demikian juga sebaliknya.










Tabel 1
Pendekatan Kontingensi dalam Manajemen Karyawan

Kontingensi
Pendekatan yang Berorientasi Kontrol
Pendekatan yang Berorientasi Involvement
Strategi bisnis utama
Rendah harga, tinggi volume
Diferensiasi, personal

Ikatan dengan klien
Transaksi, jangka pendek
Hubungan, jangka panjang

Teknologi
Rutin, sederhana
Tidak rutin, kompleks

Lingkungan bisnis
Dapat diramalkan, hampir tidak ada kejutan
Tidak menentu, banyak kejutan

Jenis orang yang terlibat
Manajer tipe X, pekerja yang kebutuhan pertumbuhannya rendah, rendah kebutuhan sosal dan kemampuan interpersonal rendah
Manajer tipe Y, pekerja dengan kebutuhan pertunbuhan dan kebutuhan sosial tinggi serta kemampuan interpersonal tinggi

Sumber : Bowen & Lawyer sebagaimana dalam Glynn & Barnes (1995:287)

Dalam terminologi Walton, pendekatan dalam manajemen pegawai disebut sebagai model manajemen. Walton sebagaimana dikutip oleh Carnall (1999) menyebutkan pendekatan yang berorientasi kontrol sebagai model manajemen kontrol, dan pendekatan yang berorientasi involvement sebagai model manajemen komitmen. Selanjutnya Walton sebagaimana dikutip oleh Carnall (1999) juga menyatakan bahwa untuk mengubah model manajemen kontrol menjadi model manajemen komitmen harus dilakukan melalui model manajemen transisional. Perbedaan di antara tiga model menajemen ini didasarkan atas beberapa hal sebagai berikut (Carnall, 1999: 41-43) :
  1. Prinsip dalam mendesain pekerjaan
  2. Harapan atas kinerja
  3. Organisasi dan manajemen : struktur, sistem dan gaya
  4. Sistem intensif
  5. Pandangan terhadap pekerja
  6. Keterbukaan informasi
  7. Hubungan manajemen – pekerja
  8. Filosofi manajemen yang dipergunakan
Adapun ciri-ciri model manajemen kontrol, model manajemen transisional secara lebih detail dapat dilihat dalam tabel 2 di bawah ini :

Tabel 2
Perbandingan Karakteristik Tiga Model Manajemen
Karakteristik
Model Manajemen
Model Kontrol
Model Transisional
Model Komitmen
Prinsip dalam mendesain pekerjaan
Perhatian individu terbatas hanya pada pekerjaan individual
Ruang lingkup responsibilitas individu diperluas untuk meningkatkan kinerja organisasi dengan cara pemecahan masalah yang partisipatoris

Responsibilitas individu diperluas untuk meningkatkan kinerja organisasi
Desain pekerjaan mereduksi keterampilan dan kemampuan berpikir pegawai
Tidak ada perubahan dalam mendesain pekerjaan dan mendesain akuntabilitas

Desain pekerjaan meningkatkan keterampilan dan kemampuan berpikir pegawai
Akuntabilitas  didasarkan pada pekerjaann individual yang dirumuskan secara baku


Akuntabilitas difokuskan pada pekerjaan tim yang dirumuskan secara luwes sesuai dengan tuntutan situasi
Harapan atas kinerja
Pengukuran standar didefinisikan sebagai kinerja minimal yang harus dicapai

Penekanan diberikan pada pencapaian tujuan yang lebih tinggi yang bersifat dinamis dan berorientasi pada tuntutan penyesuaian atas perubahan lingkungan

Organisasi dan metoda : Struktur, sistem dan gaya
Struktur cenderung berlapis-lapis dengan kontrol yang bersifat top-down
Pada prinsipnya tidak ada perubahan atas struktur kontrol dan otoritas

Struktur organisasi datar dengan sistem pengaruh yang bersifat mutual
Koordinasi dan kontrol dilakukan atas dasar peraturan dan prosedur

Koordinasi dan kontrol dilakukan atas dasar nilai-nilai, tradisi dan tujuan milik bersama

Manajemen menekankan pentingnya hak prerogatif dan otoritas berdasar jabatan

Manajemen menekankan pentingnya pemecahan masalah, informasi yang relevan dan keahlian

Simbol status dipergunakan untuk memperkuat hirarki
Mulai dilakukan perubahan, misalnya dengan mengembangkan partisipasi
Simbol-simbol status diminimalisasi untuk memperpendek hirarki

Sistem insentif
Jika memang dimungkinkan diusahakan untuk mengembangkan sistem insentif yang bersifat individual
Biasanya tidak ada perubahan dalam konsep insentif
Insentif didasarkan atas kinerja demmi untuk mengembangkan kebersamaan dan pencapaian kelompok (bagian keuntungan)

Sistem indentif disesuaikan dengan evaluasi atas pekerjaan

Sistem insentif bersifat individual sesuai dengan keahlian dan kinerja

Jika terjadi penurunan profit pengurangan insentif didasarkan atas sistem penggajian
Pengurangan dilakukan secara adil dengan didasarkan atas kontribusi diantara kelompok-kelompok pegawai

Pengurangan dilakukan secara adil dengan didasarkan atas komitmen dan pencapaian hasil
Pandangan terhadap pekerja
Pekerja atau pegawai diangggap sebagai biaya dalam proses produksi
Di sini sangat ditekankan pentingnya ipartisipasi
Di sini ada komitmen yang sangat tinggi terhadap pekerja. Ada priorita yang besar untuk mengembangkan pegawai

Keterbukaan informasi
Informasi yang diberikan kepada pegawai sangat dibatasi
Ada perluasan informasi yang diberikan tapi beum untuk semua pegawai
Informasi diberikan kepada semua pegawai dengan harapan akan tercipta partisipasi yang luas dalam segala hal

Informasi bisnis atau dinas yang diberikan terbatas kepada pegawai yang dianggap benar-benar memerlukannya
Informasi bisnis atau dinas mulai disebarkan secara terbatas
Informasi bisnis atau dinas disebarkan secara luas kepada semua pegawai
Hubungan manajemen-pekerja
Hubungan manajemen – pekerja didasarkan atas konflik kepentingan
Hubungan manajemen – pekerja didasarkan atas tujuan-tujuan bersama dan untuk kepentingan perubahan program kerja

Hubungan manajemen – pekerja didasarkan atas kepentingan mutual diantara keduanya. Mereka dapat membuat perencanaan bersama dan mengembangkan peran mereka secara bersama-sama
Filosofi manajemen yang dipergunakan
Filosofi manajemen ditekankan kepada pentingnya kewajiban semata terhadap pemegang saham
Ada tim ad hoc untuk menentukan skala prioritas
Filosofi manajemen ditekankan kepada pentingnya kewajiban terhadap stakeholders
Sumber : Carnall (1999 : 41-43)

2.2. Kebijakan Manajemen SDM


Kebijakan manajemen SDM di pegawai negeri Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang pokok-pokok kepegawaian. Kebijakan makronya dapat dilihat dalam pasal 12 dan pasal 13 yang dikutip seperti dibawah ini :



Pasal 12

(1)               Manajemen Pegawai Negeri Sipil diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna.
(2)               Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggungjawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karir yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja

Pasal 13
(1)               Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil mencakup penetapan norma, standar, prosedur, formasi, pengangkatan, pengembangan kualitas sumber daya Pegawai Negeri Sipil, pemindahan gaji, tunjangan, kesejahteraan, pemberhentian, hak, kewajiban dan kedudukan hukum
(2)               Kebijaksanaan manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana diatur dalam ayat (1), berada pada Presiden selaku Kepala Pemerintahan
(3)               Untuk membantu Presiden dalam merumuskan kebijaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan memberikan pertimbangan tertentu, dibentuk Komisi Kepegawaian Negara yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden
(4)               Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), terdiri dari 2 (dua) Anggota tetap yang berkedudukan sebagai Ketua dan Sekretaris Komisi, serta 3 (tiga) Anggota Tidak Tetap yang kesemuanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
(5)               Ketua dan Sekretaris Komisi Kepegawaian Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), secara ex officio menjabat sebagai Kepala dan Wakil Kepala Badan Kepegawaian Negara
(6)               Komisi Kepegawaian Negara mengadakan sidang sekurang-kurangnya sekali dalam satu bulan.
Berdasarkan undang-undang tersebut di atas dalam Bab I, ayat 1, butir 8, dituliskan bahwa fungsi manajemen pegawai negeri sipil mencakup delapan hal, yaitu :
1.                  Perencanaan
2.                  Pengadaan
3.                  Pengembangan kualitas
4.                  Penempatan
5.                  Promosi
6.                  Penggajian
7.                  Kesejahteraan
8.                  Pemberhentian

2.3. Evaluasi Kebijakan Manajemen SDM


            Pelayanan yang baik hanya akan dapat diwujudkan antara lain apabila manajemen sumber daya manusia dilakukan dengan mengedepankan kepentingan pengguna jasa, yaitu dengan menerapkan pendekatan kontingensi dalam mengelola pegawai. Pegawai negeri sebagai penyelenggara jasa pelayanan seharusnya dikelola dengan menggunakan pendekatan ini. Akan tetapi apabila dicermati review kebijakan manajemen SDM pegawai negeri, ternyata manajemen SDM pegawai negeri masih belum berorientasi kepada kepentingan pengguna jasa. Model manajemen SDM sebagaimana diatur dalam UU No. 43 Tahun 1999 sangat kaku dan oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa model manajemen SDM pegawai negeri tidak menggunakan pendekatan kontingensi dan tidak berorientasi kepada kepentingan pengguna jasa. Hal ini dapat dilihat dari indikasi sebagai berikut :
1.                  Secara makro dalam pasal 12 ayat 1 disebutkan bahwa manajemen PNS diarahkan untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasil guna. Hal ini berarti pegawai negeri lebih diarahkan untuk memenuhi kepentingan Pemerintah daripada kepentingan masyarakat selaku pengguna jasa pelayanan. Oleh karena itu, ada slogan bahwa pegawai negeri adalah abdi negara.
2.                  Fungsi perencanaan dan pengadaan juga secara tegas dinyatakan untuk memperlancar pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan, bukannya untuk kepentingan pelayanan terhadap masyarakat. Janji atau sumpah yang harus diucapkan ketika seseorang diangkat sebagai pegawai negeri juga sangat condong kepada kepentingan Pemerintah dan bukannya kepentingan pelayanan terhadap masyarakat pengguna jasa.
3.                  Fungsi pengembangan kualitas dan penempatan pegawai negeri adalah merupakan fungsi yang paling berorientasi kepada kepentingan Pemerintah. Dalam kurikulum dan materi pengembangan kualitas sangat sedikit porsi pengembangan pelayanan. Dalam latihan pra jabatan untuk calon PNS misalnya, materi yang diberikan lebih banyak materi umum kewarganegaraan dan baris-berbaris. Bahkan dahulu dalam latihan pra jabatan juga diajarkan cara penggunaan senjata api atau menembak. Materi yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan sama sekali tidak diberikan. Sebagai pembanding, ada salah satu perusahaan penyelenggara jasa layanan yang mewajibkan calon pegawainya mengikuti pelatihan yang salah satu materi dalam pelatihan tersebut adalah tersenyum.
4.                  Fungsi promosi penggajian dan kesejahteraan dilakukan secara baku dan kaku sehingga tidak memungkinkan dilakukan pendekatan kontingensi. Lebih dari itu kepentingan pengguna jasa juga tidak dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut. Misalnya sistem penggajian tidak dilakukan berdasarkan prestasi tapi dilakukan atas dasar ukuran baku yang kurang mencerminkan prestasi kerja.
5.                  Fungsi pemberhentian, sama dengan fungsi yang lainnya dimana perumusannya dilakukan secara kaku dan tidak memberi peluang untuk dilakukannya pendekatan kontingensi serta tidak berorientasi kepada kepentingan pengguna jasa pelayanan.


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan


A. Dalam teori manajemen terdapat dua pendekatan diantaranya pendekatan yang berorientasi kontrol dengan cirinya top-down, pyramidal, hirarkhial, mekanistik dan birokratis. Pendekatan kedua adalah pendekatan komitmen atau pendekatan berorientasi pelibatan (involvement).
1.      Pendekatan yang berorientasi kontrol
Model ini menggunakan asumsi bahwa hubungan vertikal dan hierarkial adalah cara yang terbaik untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas.
2.      Pendekatan yang berorientasi involvement
Asumsi yang dibangun dari pendekatan ini adalah pekerja atau birokrat juga memiliki kemampuan untuk berpikir, melakukan koordinasi dan pengawasan sebagaimana yang dapat dilakukan oleh manajer.

B. Kebijakan Manajemen SDM
Kebijakan manajemen SDM di pegawai negeri Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang pokok-pokok kepegawaian.

C. Evaluasi Kebijakan Manajemen SDM
            Pelayanan yang baik hanya akan dapat diwujudkan antara lain apabila manajemen sumber daya manusia dilakukan dengan mengedepankan kepentingan pengguna jasa, yaitu dengan menerapkan pendekatan kontingensi dalam mengelola pegawai. Pegawai negeri sebagai penyelenggara jasa pelayanan seharusnya dikelola dengan menggunakan pendekatan ini.



 

DAFTAR PUSTAKA




Bowen, David E & Edward E.yer III, 1995, Organizing for Service : Empowerment or Production Line? In Glynn, William J & James G. Barnes (ed) Understanding Services Management, John Wiley & Sons, West Sussex, England. 
Carnall, Colin A, 1999, Managing Change in Organizations (Third Edition), Prentice Hall Europe, London.
Ratminto & Atik Septi, 2007, Manajemen Pelayanan : Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Peraturan Perundangan
Undang-Undang Nmor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok – pokok Kepegawaian.

Lain-lain


           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar